Ali, Pengabdian Penjaga ‘Kampung Tenggelam’

Rival Fahmi [ news.okezone.com Rabu, 22 April 2009 – 10:32 wib ] TERNATE – Keindahan dan kemisteriusan danau Tolire masih terjaga hingga kini tak lepas dari sosok Ali Samad (43), juru kunci alias penjaga danau tersebut. Semenjak tahu 1979, Ali yang ketika itu masih remaja sudah menjaga danau tersebut.

Lewat wangsit yang didapatinya kala tengah mandi di pantai Tolire kecil, Ali yang asli putra kampung Takome, sebuah desa dekat danau tersebut, akhirnya mengabdikan dirinya untuk menjaga danau yang asal-usulnya melegenda sebagai Gam Jaha (kampung tenggelam) itu.

“Ketika itu, saya bermimpi disuruh seorang berjubah putih untuk mendatangi danau Tolire Besar. Setelah bertawaf (mengelilingi) danau sebanyak delapan putaran, akhirnya saya mendapati gua yang kemudian saya bersemedi,” kenangnya.

Di sana, Ali mendapati wangsit berupa perintah bagi dirinya untuk menjaga danau tersebut. Tidak seperti layaknya juru kunci sebuah keramat yang merupakan satu garis turunan, dalam nenek moyang pria beristri empat itu tak satupun yang pernah diserahi tugas tersebut.

Saat sebagian orang Ternate mempercayai cerita dihamilinya anak oleh bapak sendiri sebagai asal usul terbentuk danau Tolire (baca bagian: Wisata Tolire Gam Jaha, Kampung yang Tenggelam) sudah yang melegenda itu, justru tidak oleh seorang sosok yang setiap hari menjaga danau tersebut.

Ali justru memiliki versi lain dari legenda itu. “Tidak benar ada perbuatan maksiat. Yang benar saat itu sedang digelar pesta besar. Warga, terutama para gadis sedang menari tari piring dialuni musik gala. Tiba-tiba, anak gadis tersebut mendekati ayahnya dan duduk dipangkuannya,” tutur Ali.

Dilanjutkan Ali, tiba-tiba datang seorang pemuda, yang membisiki sang ayah. “Segera tinggalkan kampung ini. Tak lama lagi datang bahala (bencana) di sini. Tandanya akan ada kokok ayam tiga kali tepat ditengah malam. Saat itulah, bencana besar akan terjadi,” ujar Ali.

Saat pergi, cerita Ali, pemuda itu lalu menancapkan sebatang mumu (lidi) yang kemudian memancarkan air. Sang ayah lalu menyuruh anaknya pergi berlari sejauh mungkin. Sementara dia sendiri mengambil sepotong tempurung kelapa untuk menutupi pancaran air yang semakin lama semakin keras.

“Sayangnya tempurung yang diambil sudah berlubang. Lalu terjadi gempa besar sebelum seluruh tanah kampung tersebut perlahan-lahan anjok sehingga akhirnya membentuk danau seperti saat ini,” jelasnya.

Cerita Ali ini, diakui didapatnya saat tengah melakukan tapa pertamanya selama kurang lebih sepekan. “Akhirnya, saya meminta restu pada ayah untuk menjaga danau ini. Begitulah yang terjadi sampai saat ini,” ceritanya.

Namanya penjaga, tentu saja Ali berupaya mati-matian untuk menjauhkan danau tersebut dari tangan-tangan jahil yang ingin merusaknya. Kadang seorang diri, pria berambut gondrong itu harus menghadapi sekelompok anak muda yang sering menjadikan danau tersebut sebagai lokasi pesta minuman keras.

“Kadang keberanian itu datang tanpa saya sadari. Alhamdullilah, hingga saat ini, tak pernah saya ataupun orang lain harus terlibat perkelahian jika saya menegur mereka. Semacam ada kekuatan lain yang melindungi saya, sehingga saat saya usir mereka, langsung pergi,” tuturnya.

Bukan hanya itu saja. Karena sepi, lokasi sekitar danau pun kadang jadi sasaran pasangan yang ingin berbuat mesum. Jika itu terjadi, tanpa ada yang beritahu, Ali pasti tahu jika di sekitar danau ada yang berbuat maksiat.

“Sudah kerap terjadi. Tapi pasti saya tangkap basah sebelum mereka melakukannya. Biasanya cukup ditegur dan dinasehati agar tidak melakukan perbuatan asusila, mereka pun bergegas pergi tanpa banyak bicara setelah meminta maaf telah lalai,” ucapnya.

Lalu, apa pengalaman paling menarik setelah puluhan tahun menjaga danau itu? “Satu kali saya bermimpi didatangi sultan terdahulu (Zainal Abidin Sjah, ayah sultan Ternate saat ini Mudaffar Sjah). Beliau hanya berucap terima kasih karena sudah menjaga danau ini,” kata Ali.

Di bagian akhir saat hendak meninggalkan danau tersebut, Ali lantas menitip pesan untuk Walikota Ternate.

“Jika kalian bertemu beliau (Walikota), harap disampaikan agar fasilitas danau ini bisa dibikin bagus lagi. Dan minta tolong agar saya diberi bantuan satu perahu mengganti perahu saya yang mulai reot tadi,” pungkasnya. (fit)

Satu pemikiran pada “Ali, Pengabdian Penjaga ‘Kampung Tenggelam’

  1. umar ali ms berkata:

    Hebat…, memang kita harus menghormati sejarah dan leluhur serta menjaga ekosistim keindahan alam tanpa harus bernafsu oleh kebutuhan sesaat.

Tinggalkan komentar